Latihan berjalan implikasinya sangat luas bagi perkembangan
psikologis anak. Antara lain dalam sense of autonomy berikut
kemandiriannya. Secara bertahap anak memahami, segala sesuatu yang
diinginkannya haruslah diusahakan. Nah, agar latihannya berjalan baik
dibutuhkan stimulus dan dukungan dari orangtua. Berikut hal-hal yang
harus diperhatikan kala anak sedang belajar jalan seperti dijelaskan dr. Rini Sekartini, Sp.A., dari bagian Tumbuh Kembang Anak, Departemen Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
1. CIPTAKAN LINGKUNGAN AMAN
Kala
bayi mulai tertatih-tatih belajar jalan biasanya selain merasa senang
para orangtua pun mulai “senam jantung”. Bagaimana tidak? Kini si bayi
mulai ingin mengenali dunianya yang lebih luas dengan “menjelajah”
hingga ke setiap sudut rumah. Mungkin bila dijumlahkan setiap hari entah
sudah berapa belas meter jarak yang ditempuhnya.
Keterampilan
barunya ini membuat bayi bisa berpindah dari satu tempat ke tempat
lain. Meski sebatas di dalam rumah, “penjelajahan” ini mengundang
situasi yang rawan kecelakaan. Contohnya, bagaimana bila tiba-tiba
dengan langkahnya yang masih limbung si kecil nyelonong masuk ke kamar mandi yang lantainya licin, atau tiba-tiba menabrak guci besar di pojok ruang yang dapat mencederai dirinya.
Bila
terjadi kecelakaan akibat eksplorasinya tentu saja bayi tidak bisa
disalahkan. Ia belum tahu benda apa saja dan mana tempat yang berbahaya
ataupun tidak.
Menjadi
tugas orangtua untuk meminimalkan segala risiko dengan tidak
menempatkan barang-barang yang mengundang bahaya di jalur yang akan
dilalui bayi. Selain itu, pastikan pula keamanan daerah “steril” bagi
bayi, terutama dapur dan kamar mandi karena di kedua tempat ini terdapat
banyak hal yang dapat menyebabkan kecelakaan pada bayi.
Selanjutnya,
area menuju lantai atas, dapur, dan ke kamar mandi, sebaiknya
dilengkapi dengan pintu pengaman berupa pagar pembatas. Kabel listrik
yang tak tertata rapi juga sering menjadi biang keladi tersandungnya si
kecil yang sedang “asyik” berjalan. Belum lagi kemungkinan sengatan
listrik bila kabelnya sudah terkelupas. Oleh sebab itu, aturlah jalinan
kabel dengan baik sehingga tak centang perenang.
Biasanya
bayi yang sudah mampu berdiri dan berjalan tertarik pada apa saja yang
ada di atas meja. Tak heran kalau dalam sekejap kemudian ia akan menarik
benda apa saja yang menarik perhatiannya tadi. Guna meminimalkan risiko
bahaya, untuk sementara singkirkan taplak meja. Kalaupun ingin
menggunakan taplak meja, pilihlah yang ukurannya lebih kecil dari daun
meja sehingga tak sampai menjumbai di sisi meja.
Perabot,
terutama meja yang bersudut tajam, sebaiknya juga disingkirkan untuk
sementara waktu atau akali dengan memasang pengaman sudut. Soalnya, bayi
yang sedang belajar berjalan sangat berisiko terbentur sudut meja yang
tajam.
Patut
diingat, menciptakan lingkungan yang aman bukanlah dengan membatasi
ruang eksplorasi bayi. Yang diperlukan bayi adalah pengawasan orangtua
sekaligus area yang dapat membuatnya leluasa berjalan-jalan ke sana dan
kemari.
2. PILIH SEPATU YANG TEPAT
Sepatu
berfungsi melindungi kaki bayi dari partikel dan benda yang bisa
mencederainya. Di luar lingkungan rumah, sebaiknya pakaikan sepatu yang
dapat menunjang kemampuan bayi berjalan.
Pilih sepatu
bersol datar dan lembut untuk memudahkan anak berjalan sekaligus tetap
mendapat cukup rangsangan dari bawah. Hindari sepatu dengan pengganjal
di bagian lekukan kaki karena akan mengganggu pertumbuhan tulang
belulangnya. Hindari juga ujung sepatu yang runcing/menyempit yang
membuat ruang gerak jari-jemarinya terhambat.
Pastikan sepatu bayi berukuran pas, tidak sempit dan tidak terlalu longgar. Patokannya, lebihkan sedikit (kira-kira satu ruas ibu jari orang dewasa) pada bagian ujung sepatu. Pilih model dengan tali/kancing/perekat yang dapat mengatur kekencangan sepatu secara tepat. Kaus kaki yang akan digunakan juga tidak dianjurkan terlalu ketat karena dapat mengganggu peredaran darah. Pilih bahan katun agar mudah menyerap keringat sekaligus membantu menjaga sirkulasi udara dalam sepatu.
Pastikan sepatu bayi berukuran pas, tidak sempit dan tidak terlalu longgar. Patokannya, lebihkan sedikit (kira-kira satu ruas ibu jari orang dewasa) pada bagian ujung sepatu. Pilih model dengan tali/kancing/perekat yang dapat mengatur kekencangan sepatu secara tepat. Kaus kaki yang akan digunakan juga tidak dianjurkan terlalu ketat karena dapat mengganggu peredaran darah. Pilih bahan katun agar mudah menyerap keringat sekaligus membantu menjaga sirkulasi udara dalam sepatu.
Saat
berjalan-jalan di rumah, bayi tak perlu diberi alas kaki. Tanpa sepatu,
kaki bayi akan menerima rangsangan-rangsangan dari luar. Kakinya juga
akan mendapat tekanan dari bawah sebagai latihan bagi otot-ototnya. Ini
dapat mengasah kemampuan koordinasinya menjadi lebih bagus. Berkat
tekanan-tekanan pada permukaan telapak kaki, pertumbuhan tulang kaki
menjadi lebih baik. Selanjutnya, akan terbentuk kaki yang baik dengan
otot-otot yang lebih kuat. Latihan bertelanjang kaki seperti ini sangat
diperlukan di rumah mengingat pertumbuhan tulang akan terus berlanjut
sampai anak berusia 17-18 tahun.
Untuk
menjamin kesehatan dan kenyamanan kakinya, periksa ukuran sepatu secara
berkala mengingat pertumbuhan kaki bayi amat cepat, terutama bila
ditunjang gizi yang baik. Sepatu yang kekecilan pasti akan membuatnya
tak nyaman. Sepatu kekecilan akan meninggalkan warna kemerahan di
pinggir jari atau kaki bayi akibat tekanannya dan dapat menyebabkan
iritasi.
3. TUMBUHKAN KEPERCAYAAN DIRI
Pada
prinsipnya, selama sudah dipastikan tidak ada gangguan saraf atau
kelainan otot, anak pasti bisa berjalan. Memang, sih, usia berjalan pada
setiap anak bisa berbeda-beda, namun umumnya rentang waktu yang normal
adalah usia 11-18 bulan.
Kecemasan
umumnya muncul jika setelah berusia 1 tahun, si kecil belum juga bisa
berjalan. Atau biasanya sudah bisa berjalan sebentar, tapi setelah itu
mogok. Untuk memastikan ada tidaknya gangguan, tentu harus diperiksakan
ke dokter. Bila tak ada gangguan, boleh jadi ia butuh rangsangan agar
dapat berjalan tepat pada waktunya.
Anak yang
mogok belajar jalan mungkin terlena oleh kemanjaan dari orangtua atau
pengasuhnya. Contohnya, kelewat sering digendong sehingga anak tak
mendapat stimulasi untuk aktif bergerak. Kemanjaan seperti ini memang
bisa menghambat perkembangan kemampuan berjalannya.
Sayangnya,
sering kali orangtua tidak menyadari kemanjaan yang mereka limpahkan.
Contohnya, lantaran kelewat sayang, orangtua khawatir melihat anaknya
limbung. Belum sempat anak melangkah, orangtua sudah langsung
mengulurkan bantuan. Kalau semua kebutuhan dan kemudahan sudah ada di
depan mata, jangan salahkan kalau si kecil jadi enggan belajar berjalan.
Keengganan latihan berjalan bisa juga lantaran kurangnya rasa percaya diri. Boleh jadi saat pertama kali belajar jalan, ia terjatuh cukup keras. Baik anak maupun orangtua biasanya jadi jera mencoba dan mencoba lagi. Padahal ketakutan berlebih seperti ini harus dikikis. Secara perlahan orangtua mesti meyakinkan anaknya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tunjukkan dengan bukti konkret, semisal dengan terus mendampinginya berlatih dan menyediakan lingkungan yang aman.
Keengganan latihan berjalan bisa juga lantaran kurangnya rasa percaya diri. Boleh jadi saat pertama kali belajar jalan, ia terjatuh cukup keras. Baik anak maupun orangtua biasanya jadi jera mencoba dan mencoba lagi. Padahal ketakutan berlebih seperti ini harus dikikis. Secara perlahan orangtua mesti meyakinkan anaknya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tunjukkan dengan bukti konkret, semisal dengan terus mendampinginya berlatih dan menyediakan lingkungan yang aman.
Agar anak mau
berjalan lagi, dibutuhkan stimulus yang dapat menumbuhkan rasa percaya
dirinya. Pancing semangat anak dengan sikap gembira tanpa harus memaksa.
Gunakan mainan yang menarik agar anak mau mendatanginya. Letakkan agak
ke atas sehingga ia perlu berdiri untuk menjangkaunya. Dengan begitu,
sedikit demi sedikit, anak tergerak untuk berani mencoba berjalan
sendiri, tanpa ditatih atau berpegangan. Kalaupun sampai terjatuh,
jangan tunjukkan sikap panik di hadapannya. Perhatikan apakah ia perlu
ditolong saat itu juga atau bisa dibiarkan bangkit sendiri. Sikap panik
orangtua/pengasuh hanya akan membuat rasa percaya dirinya luntur.
4. PIJAT PERKUAT OTOT KAKI
Selama
belajar berjalan, anak mengandalkan otot-otot kakinya untuk menjaga
keseimbangan. Dengan rekomendasi dokter anak, orangtua dapat melakukan
pijat bayi yang bertujuan menguatkan otot-otot kakinya. Misalnya, dengan
cara menelentangkan bayi kemudian minta ia memegang telapak kakinya
sambil sedikit didorong. Secara refleks anak akan melakukan gerakan
seperti menendang. Latihan yang intens dan tepat terbukti mampu
menguatkan otot kakinya.
Tanyakan pada
dokter, teknik-teknik pijatan apa yang dapat menguatkan otot kaki.
Membawa anak ke tukang pijat tradisional boleh saja asalkan dilakukan
dengan hati-hati. Akan lebih baik jika Anda berbekal rekomendasi dokter
lalu membawa si bayi ke fisioterapis. Pelajari tekniknya dengan benar.
Yang pasti, pijatan yang dilakukan fisioterapis biasanya berlandaskan
ilmu yang bisa dipertanggungjawabkan.
5. PERHATIKAN BERAT TUBUH
Sering juga
terjadi anak malas belajar jalan akibat kegemukan. Bagi bayi dengan
berat badan berlebih, menjaga keseimbangan tubuh jelas lebih sulit.
Upayakan agar asupan makanannya seimbang, tidak berlebih dan tidak
kurang. Selain itu, fisioterapis dapat membantu bayi dengan program yang
tepat. Misalnya dengan teknik mendorong bola besar yang biasa digunakan
untuk latihan motorik.
ALAT BANTU BELAJAR JALAN
Beberapa alat
diciptakan untuk membantu anak belajar jalan. Prinsip yang tidak boleh
absen dari alat ini adalah si bayi tetap perlu ditatih dan menatih.
Dengan begitu, setiap kali bayi menjejak ke tanah, maka otot-otot
kakinya akan semakin aktif dan kemampuan berjalannya kian terasah.
Nenek moyang
kita dulu menggunakan kain yang dililitkan ke dada hingga ketiak bayi.
Sisa kain yang menjuntai ke belakang digunakan orangtua untuk membantu
mengendalikan keseimbangan tubuh bayi sambil menatihnya. Cara ini tetap
aman ditiru hingga sekarang.
Ada juga alat
berputar yang bertumpu pada satu poros. Dengan berpegangan pada bilah
melintang, secara tidak langsung anak diharuskan untuk berjalan saat
mendorong alat tersebut. Atau bisa juga dengan menyediakan hangbar
seperti yang ada di pusat-pusat terapi. Intinya, ada satu benda kokoh
yang digunakan untuk berpegangan saat keseimbangannya masih labil.
Alat bantu
jalan juga dapat difungsikan sebagai mainan, di antaranya kereta dorong.
Pastikan dudukan mainan ini cukup mantap sehingga bila anak bertumpu
padanya, alat ini tidak mudah terguling. Prinsipnya pun seperti menatih
karena bayi “dipaksa” melangkah agar kereta dorong tersebut bisa
bergerak.
Yang tidak dianjurkan adalah babywalker karena penggunaan alat ini malah bisa memperlambat kemampuan berjalan si kecil. Posisi duduk dalam babywalker membuat bayi nyaris selalu tersangga sehingga ia tidak cukup terlatih untuk menopang dirinya sendiri. Selain itu, penggunaan babywalker yang berlebihan juga dapat mengakibatkan anak jalan berjingkat/jinjit akibat terbiasa bergerak maju dengan cara mengayuh.
TAHAPAN BAYI BERJALAN
Proses berjalan bayi umumnya dimulai pada usia 9 bulan dengan tahapan berikut:
* Bulan ke-9
Berdiri tegak
bila kedua tangan dipegang. Kalau kita biarkan si bayi berdiri (kita
hanya pegang kedua tangannya) ia akan berdiri tegak selama beberapa
detik di atas kakinya. Ia menahan keseimbangan tubuh yang seluruhnya
terletak pada kedua telapak kaki. Berdiri dengan cara demikian hanya
sebentar saja dapat dilakukannya karena ia memang belum menguasai
keseimbangan badan pada sikap badan tegak lurus.
* Bulan ke-10
Bayi bergayut
pada perabot rumah dan mengangkat badan sampai berdiri. Seperti halnya
pada perkembangan merangkak, bayi 10 bulan sudah dapat mengangkat
badannya sampai sikap “empat kaki”. Dari sikap ini ia kemudian bergayut
pada perabot dan menarik badannya ke atas sampai berdiri. Dari sikap
berlutut atau setengah berlutut, ia melangkahkan sebelah kakinya ke
depan, menjejak dengan telapak kakinya dan menarik badannya hingga
berdiri.
Berdiri
sambil berpegang pada sesuatu. Bila bayi dapat berpegang pada perabot
rumah atau benda kokoh lainnya, ia dapat berdiri selama 1/2 menit. Pada
sikap ini telapak kaki bukan hanya ujung-ujung jari kaki saja, tapi
seluruh alas telapak kaki menyentuh permukaan lantai.
* Bulan ke-11
Berjalan ke
samping sambil merambat pada perabot dalam rumah. Percaya dirinya tumbuh
dengan ditandainya melalui sikap berdiri yang memungkinkan anak
memindah-mindahkan berat badannya. Mulai pada kaki kiri lalu pindah ke
kaki kanan. Dengan kemampuan inilah anak “berjalan di tempat” atau
melangkah ke samping.
Berjalan bila
kedua tangan dipegang/ditatih. Bila bayi kita pegang kedua tangannya,
ia pun mulai mencoba berjalan. Setelah kakinya melangkah maju, pinggul
digerakkan ke depan dan berat badan ditopang oleh telapak kaki.
Langkahnya memang masih agak tertahan-tahan, belum mantap dengan kaki
terbentang lebar.
* Bulan ke-12
Berjalan jika
sebelah tangannya dipegang. Langkah-langkahnya memang belum mantap dan
kedua kaki masih terbentang lebar. Anak masih gampang kehilangan
keseimbangan hingga orang dewasa masih harus memegangnya dan selalu siap
menangkapnya bila ia terjatuh.
Bulan ke-13 dan seterusnya.
Mulai menjadi
“ahli”. Kemantapan anak berjalan mulai menunjukkan hasil. Kita akan
takjub bila suatu saat dia sudah mampu berjalan dengan cepat. Meski
perkembangan setiap anak berbeda-beda, umumnya di usia 18 bulan hingga 2
tahun anak sudah dapat berjalan tegak dengan keseimbangan yang lebih
mantap tanpa perlu lagi dipegangi.
Sumber 365 Hari Pertama Perkembangan Bayi Sehat; Theodor Hellbrugge dan J.H. von Wimpffen, ed.; Pustaka Sinar Harapan; 2002
No comments:
Post a Comment