Assalamualaikum wr. wb

Blog ini sebenarnya adalah sebagian besar berisi informasi tentang bayi dan balita.
karena aku mempunyai anak yang masih bayi.
Semua informasi yang aku pernah dapatkan, aku usahakan untuk di posting di blog ini dengan tujuan agar bermanfaat bagi orang banyak.
Demi kemajuan blog ini, tolong tinggalkan komentar atau vote anda.
Boleh juga kritik dan saran yang membangun.


Wassalamualaikum wr. wb
Bundanya Shakila


Tuesday, 6 March 2012

Bayi tidak merangkak bukan menjadi patokan


Mother And Baby 

Nakita online/Nomor 146/Tahun III/19 January 2002

Bayi tak merangkak? Tak usah cemas! Itu bukan tonggak penting untuk perkembangannya, kok. Ada ibu yang khawatir ketika bayinya belum juga ada tanda-tanda akan merangkak. Sebaliknya, ada juga yang terheran-heran, kok, bayinya tidak melewati masa merangkak, tapi malah langsung bisa berdiri. Sebetulnya, bagaimana, sih, fase merangkak ini? Apa perlu orang tua mencemaskannya?

ANTARA FASE DUDUK DAN BERDIRI
Tahap pergerakan bayi, menurut dr. Waldi Nurhamzah, SpA, staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mulai dari bagian atas tubuh sampai bawah. Ada pola pengembangan otot dari atas ke bawah. Jadi, kemampuannya mulai dari bagian kepala seperti bisa tersenyum, main mata, dan lainnya, sampai kemudian kemampuan pada kaki, seperti menggerak-gerakkannya.

Pada usia 6-10 bulan mulailah terjadi koordinasi atau perkembangan yang lebih nyata antara tangan dan kaki. Meski saat itu otot-otot tangan berkembang lebih dulu dari otot-otot tungkai. “Jadi, tangan lebih banyak pergerakannya dari kaki.” Sehingga nanti akan terlihat, mobilitas atau koordinasi tangan lebih baik dari kaki dan lainnya. Kemudian pada masa usia akhir bayi atau 11-12 bulan, mungkin koordinasi kaki lebih baik lagi.

Sementara merangkak berada pada usia 7-10 bulan, di mana bayi mulai belajar melakukan pergerakan dengan koordinasi antara tangan dan kaki. “Fase ini berada pada fase antara duduk dan berdiri.” Namun, koordinasi tangan ataupun kaki yang baik tidak harus dengan merangkak saja. Mungkin saja saat itu bayi berguling dengan bagus dan dia menggunakan tangannya, atau bayi duduk dengan menggerak-gerakkan kakinya.

BUKAN TONGGAK PENTING
Jadi, merangkak yang merupakan transisi antara duduk dan berdiri ini, tidak harus ada pada setiap bayi. Ia bukan milestone atau tonggak penting perkembangan, seperti halnya duduk ataupun berdiri yang memang harus ada.

Pendek kata, tegas Waldi, merangkak tak dipakai sebagai suatu patokan penting untuk pertumbuhan. “Bukan sebagai kunci penting. Ada anak yang tanpa merangkak dan langsung berdiri juga boleh-boleh saja.” Juga tidak berkaitan dengan kecerdasannya, lo. Karena kecerdasan, kan, tidak tergantung dari merangkak saja, tapi pada perkembangan lainnya.

“Bukan berarti pula bayi yang melewati fase merangkak, koordinasinya lebih bagus. Karena, koordinasi tangan dan kaki tidak harus dengan bentuk merangkak saja. Bisa juga dalam bentuk bermain-main dengan tangan dan kakinya.”

Pada bayi-bayi yang tidak merangkak, tapi menggunakan dan mengembangkan tangan dan kakinya dengan baik, menurut Waldi, pun tak apa-apa. Misalnya, si bayi duduk, kemudian tangannya ke mana-mana, semisal ingin menjangkau tepi meja untuk belajar berdiri.

Saat merangkak, menurut Waldi, sebenarnya bayi belajar. “Awalnya bisa tengkurap tanpa dibantu. Setelah itu tangannya mulai digerak-gerakkan. Mula-mula mungkin dengan ngesot, kadang bukannya maju tapi mundur, kemudian tungkai dan kakinya mulai digerak-gerakkan juga sehingga semua tangan dan kakinya ikut bergerak.” Kadang ada juga bayi yang tidak bisa menekukan kaki belakangnya sehingga dia menungging. Selain itu, otot punggungnya pun menahan tubuhnya agar berada di atas lantai. Ada juga beberapa bayi yang terkadang jatuh lagi perutnya ke lantai. Semua ini, papar Waldi, “Tak jadi masalah.”
Nah, agar si bayi kemudian bergerak maju mengkoordinasi-kan tangan dan kaki, orang tua bisa merangsangnya dengan menaruh mainan yang menarik perhatiannya di depan pandangannya., “Sehingga dia akan ‘berjalan’ ke arah tempat tersebut.”

TAK MERANGKAK
Memang, aku Waldi, ada juga bayi yang tidak melewati fase merangkak karena misalnya ada kelainan saraf, otot-ototnya lemah, cacat bawaan, atau ada suatu kerusakan di otaknya. “Jika itu yang terjadi,sebetulnya semua perkembangannya dari awal pun sudah terlambat. Bukan cuma fase merangkaknya saja. Dengan kata lain, perkembangannya tidak seperti yang dijadwalkan persis. Misalnya,tidak bisa tengkurap di usia 3 bulan, tidak bisa duduk di usia 7 bulan.”

Tapi bisa juga, terang Waldi,awalnya semua normal dan perkembangannya juga bagus. Anak bisa tengkurap tanpa dibantu, bisa duduk, tapi kemudian dia terkena suatu penyakit yang menyebabkan otaknya rusak atau ada yang tak beres. “Otomatis perkembangannya berhenti di fase merangkak tersebut danbahkan mungkin perkembangannyamundur lagi.”

Yang pasti, tidak adanya fase merangkak ini tak memberi indikasi pada suatu kelainan tertentu, semisal autis. “Sekali lagi, merangkak bukan tonggak penting pertumbuhan anak.”Ironisnya, lanjut Waldi, orang tua dengan bayi yang misalnya karena suatu sebab dan mengalami pembedahan yang menyebabkan usus besarnya harus dibuatkan pintu keluar sementara di perut (kolostomi), malah takut jika anaknya merangkak. “Padahal, sebetulnya tak masalah juga, justru bagus untuk perbaikan motorik anak.Tak usah khawatir tinja anak akan belepotan ke mana-mana atau ususnya akan berdarah-darah karena tergesek. Asalkan orang tua menjaga keamanan di daerah sekitar perutnya tersebut. Caranya dengan memberi tutup ususnya yang bagus dan diberi bantalan kain yang tebal di sekitarnya, aman-aman saja, kok.”

KEAMANAN KALA MERANGKAK
Sebenarnya, papar Waldi, yang harus diperhatikan orang tua adalah lingkungan sekitar saat anak mulai belajar merangkak.”Selain menggunakan motorik kasar dengan merangkak, anak juga memakai motorik halusnya, seperti memegang, meraih atau menjumput benda-benda, memasukkan benda ke dalam mulut, dan sebagainya. Nah, saat-saat itulah orang tua perlu ekstra hati-hati.”

Karena itu, ada istilah,saat anak mulai merangkak, orang tua juga harus ikut merangkak. Maksudnya, agar orang tua juga bisa melihat apa-apa saja yang bisa terjadi seandainya merangkak. Kalau posisi orang tua berdiri, tentunya tidak akan tahu jika ada kutu kecil di lantai, jarum atau barang kecil lainnya, yang bisa saja dimasukkan anak ke dalam mulutnya. Termasuk stop kontak, kabel listrik, dan hal-hal bahaya lainnya. “Sebelum meletakkan bayi di lantai, periksa dulu, sudah aman atu belum. Itu yang paling penting kalau bicara soal anak merangkak,” tegas Waldi.

Dedeh Kurniasih.Foto:Dint’s(nakita)

Sumber: Tabloid Ibu Anak

No comments:

Post a Comment