Memakai baby walker untuk bayi yang sedang belajar berjalan
sebenarnya telah menjadi “tradisi” sejak –setidaknya- pertengahan tahun
1600-an, dan baru dua dekade belakangan, para ahli menemukan bahwa
bahayanya jauh melebihi keuntungannya. Di negara maju, diperkirakan
25.000 anak per tahun dibawa ke Unit Gawat Darurat akibat kecelakaan
yang berkaitan dengan baby walker. Tentunya timbul pertanyaan, mengapa
demikian?
Penyebab kecelakaan tertinggi
Di antara seluruh produk untuk bayi, baby walker menuruti peringkat
pertama penyebab kecelakaan pada anak kecil dengan angka cukup
signifikan. Bahkan, tak main-main, sebuah penelitian pada 271 anak yang
celaka akibat baby walker, 96%-nya terjadi akibat anak jatuh dari tangga
saat ia memakai baby walker-nya. Kasus yang lain yang pernah dilaporkan adalah jari terjepit, tersandung, luka bakar, ataupun menelan benda asing.
Pemakaian baby walker terbatas pada usia tertentu yaitu usia 5-15 bulan, ketika bayi sudah mulai duduk tegak namun belum dapat berjalan sendiri. Ini menyebabkan kecelakaan paling banyak terjadi pada usia tersebut.
Pemakaian baby walker terbatas pada usia tertentu yaitu usia 5-15 bulan, ketika bayi sudah mulai duduk tegak namun belum dapat berjalan sendiri. Ini menyebabkan kecelakaan paling banyak terjadi pada usia tersebut.
Berikut hal-hal yang sering terjadi:
Jatuh.
Ini yang paling banyak terjadi. Bayi bergerak dengan cepat,
tersandung, dan baby walker terguling membuat ia terbentur benda keras
atau jatuh ke lantai, lebih parah lagi bila jatuh ke tangga. Penelitian
menunjukkan, 60-90% kecelakaan di tangga berhubungan denga baby walker.
Banyaknya anak tangga berkorelasi dengan keparahan kecelakaan dan lantai
yang keras di dasar tangga juga turut memperparahnya. Kepala adalah
anggota tubuh yang paling sering terkena dibandingkan anggota tubuh
lain.
Terbakar atau terluka.
Dengan memakai baby walker, anak dimungkinkan
meraih benda-benda di tempat lebih tinggi yang berbahaya untuk mereka
seperti gelas berisi air panas, pisau, vas bunga dari kaca dan
lain-lain. Posisi anak yang mendongak saat meraih benda menyebabkan
kebanyakan kasus terjadi di daerah wajah dan kepala.
Gangguan Perkembangan dan baby walker.
Banyak orang tua percaya baby
walker dapat membantu anak mereka berjalan. Sesungguhnya ini tidak
benar. Bahkan, fakta makin memperlihatkan baby walker malah memperlambat
perkembangan anak.
Sebuah penelitian pada anak kembar menunjukkan anak yang diletakkan di baby walker mengalami gangguan motorik berjalan dibandingkan saudara kembarnya. Perhatikanlah, anak tanpa baby walker akan lebih bebas berguling, duduk dan berdiri, bergerak mengambil sesuatu, dan bermain di lantai yang merupakan dasar untuk belajar berjalan, ketimbang bergeser ke sana kemari dengan baby walker.
Sebuah penelitian pada anak kembar menunjukkan anak yang diletakkan di baby walker mengalami gangguan motorik berjalan dibandingkan saudara kembarnya. Perhatikanlah, anak tanpa baby walker akan lebih bebas berguling, duduk dan berdiri, bergerak mengambil sesuatu, dan bermain di lantai yang merupakan dasar untuk belajar berjalan, ketimbang bergeser ke sana kemari dengan baby walker.
Pengawasan tak menjamin
“Saya selalu mengawasinya kok” atau “Saya menggunakan pagar di tangga, jadi anak tak mungkin jatuh,” ternyata tidak menjamin anak tak mengalami kecelakaan akibat baby walker. Dari sebagian besar kecelakaan jatuh dari tangga akibat baby walker, lebih dari setengahnya memiliki pagar di tangganya. Bisa dibayangkan, bayi dalam baby walker dapat bergerak satu meter perdetik, dan dengan usianya, ia belum memiliki kontrol terhadap kecepatan sehingga ketika kita lengah sedikit saja, si bayi yang aktif telah sampai di ujung ruangan dan terlepaslah ia dari jangkauan. Bahkan, dari 271 anak yang celaka akibat baby walker, 78%-nya sedang dalam pengawasan dengan 69%-nya diawasi oleh orang dewasa.
Bagaimana dengan tanda peringatan yang selalu ada di setiap kemasan produk tersebut? Dari studi yang sama, sebagian besar orang tua menyadari sebelumnya bahwa baby walker memang berpotensi menyebabkan kecelakaan, bahkan setelah kecelakaan terjadi, sebagian dari mereka ada yang memakai kembali baby walker pada anak yang sama atau pada adiknya dengan berbagai alasan, misalnya “si bayi tampak menyukainya”, atau “kecelakaan yang terjadi bukan karena baby walker-nya, tetapi karena kelengahan”, dan sebagainya. Sehingga, tanda peringatan tentang bahaya baby walker tidaklah efektif untuk mencegah kecelakaan yang bisa terjadi.
“Saya selalu mengawasinya kok” atau “Saya menggunakan pagar di tangga, jadi anak tak mungkin jatuh,” ternyata tidak menjamin anak tak mengalami kecelakaan akibat baby walker. Dari sebagian besar kecelakaan jatuh dari tangga akibat baby walker, lebih dari setengahnya memiliki pagar di tangganya. Bisa dibayangkan, bayi dalam baby walker dapat bergerak satu meter perdetik, dan dengan usianya, ia belum memiliki kontrol terhadap kecepatan sehingga ketika kita lengah sedikit saja, si bayi yang aktif telah sampai di ujung ruangan dan terlepaslah ia dari jangkauan. Bahkan, dari 271 anak yang celaka akibat baby walker, 78%-nya sedang dalam pengawasan dengan 69%-nya diawasi oleh orang dewasa.
Bagaimana dengan tanda peringatan yang selalu ada di setiap kemasan produk tersebut? Dari studi yang sama, sebagian besar orang tua menyadari sebelumnya bahwa baby walker memang berpotensi menyebabkan kecelakaan, bahkan setelah kecelakaan terjadi, sebagian dari mereka ada yang memakai kembali baby walker pada anak yang sama atau pada adiknya dengan berbagai alasan, misalnya “si bayi tampak menyukainya”, atau “kecelakaan yang terjadi bukan karena baby walker-nya, tetapi karena kelengahan”, dan sebagainya. Sehingga, tanda peringatan tentang bahaya baby walker tidaklah efektif untuk mencegah kecelakaan yang bisa terjadi.
Jadi, bagaimana dong?
Meskipun di negara maju telah ada usaha untuk menyegel produksi atau
penjualan produk baby walker, namun hal ini menjadi sulit karena
dianggap belum cukup bukti. Selain itu, tak semua orang tua setuju
dengan penyegelan ini sehingga muncullah alternatif produk serupa baby
walker yang lebih aman. Misalnya, telah dipasarkan baby walker tanpa
roda yang tetap membuat anak gembira karena ia tetap bisa berdiri,
berputar, ataupun berjingkat. Dan yang jelas mengurangi risiko
kecelakaan jatuh dari tangga akibat baby walker. Selain itu, banyak
industri yang memodifikasi ukuran baby walker sehingga melebihi ukuran
pintu standar, dengan harapan mengurangi angka kecelakaan. Namun,
menurut Child Accident Prevention Trust, semua usaha ini belum terbukti
menurunkan jumlah atau derajat keparahan kecelakaan yang terjadi. Jadi,
pertimbangkan kembali sebelum memutuskan untuk menggunakan baby walker.
Menyebabkan kelainan kaki
Karel masih menambahkan soal penggunaan baby walker yang dari sisi
medis pun tidak cukup bermanfaat, malah cenderung merugikan. Soalnya,
aktivitas motorik yang terjadi pada saat anak menggunakan baby walker
hanya melibatkan sebagian serabut motorik otot saja, yaitu otot-otot
betis. Padahal untuk bisa berjalan dengan lancar dan benar, fungsi otot
paha dan otot pinggul juga perlu dilatih.
Kemampuan berjalan, lanjut Karel, merupakan salah satu keterampilan
motorik kasar (gerakan yang dihasilkan oleh koordinasi otot-otot besar),
yang umumnya harus sudah bisa dilakukan anak 1 tahun dengan toleransi
waktu 3 bulan. Bila proses pelatihannya tidak benar maka akan membuat
anak justru jadi lambat berjalan. Sebaliknya, semakin intensif dan tepat
stimulasi fisiknya maka perkembangannya pun semakin pesat. Bila
dibarengi dengan asupan gizi yang seimbang, mungkin saja di usia 9-10
bulan bayi sudah bisa berjalan.
Jadi manfaat pemakaian baby walker tidak cukup membantu anak latihan
berjalan. Di tempat berbeda Dra. Jacinta F. Rini, M.Si., dari
e-psikologi. com, menambahkan, secara psikologis penggunaan baby walker
memang tidak menguntungkan, “Secara psikologis baby walker akan membuat
anak malas untuk belajar berjalan sendiri karena anak sudah keburu
merasa enak bisa bergerak ke mana pun tanpa harus susah payah
menjejakkan kakinya.”
Penggunaan baby walker bahkan dicurigai bisa mengakibatkan kelainan
kaki pada anak. Memang belum ada penelitian yang menunjang. Namun,
kenyataan bahwa bayi duduk sambil mengangkang dalam baby walkernya
diduga bisa menyebabkan kelainan tulang paha. Nah, berdasarkan pemahaman
inilah, banyak ahli menduga penggunaan baby walker dapat menyebabkan
anak berjalan seperti bebek alias agak mengangkang.
Terbiasa berjalan dengan baby walker juga bisa menimbulkan kelemahan
otot-otot tungkai. Ketika diajarkan berjalan anak cenderung jatuh yang
akhirnya sering membuatnya trauma dan tidak mau mencoba melakukannya
lagi sehingga kemampuan berjalannya pun menjadi lebih lambat.
Alami lebih baik
Jadi menurut Karel, tinggalkan baby walker. Juga, ketimbang
mencari-cari alternatif alat bantu jalan lainnya, ia lebih menyarankan
agar si kecil diajak berenang, karena dengan begitu semua otot tubuhnya
bergerak, dari otot kaki, lengan, dan leher. Kalaupun tidak, cara
melatih anak berjalan yang terbaik adalah yang alami. “Sangat baik anak
belajar berjalan secara alami karena dapat melatih 100 persen serabut
motorik otot. Mulai otot betis, paha, maupun pinggul. Bila keseluruhan
serabut otot dilatih maka anak bisa berjalan dengan lebih baik. Jadi
secara medis lebih menguntungkan kalau kita pakai cara alami daripada
cara penunjang.” Meskipun si kecil harus jatuh bangun, anggaplah hal ini
sebagai pelajaran dari pengalamannya sendiri.
Yang patut dicermati, sebaiknya latihan berjalan dilakukan dengan
bertelanjang kaki. Cara ini akan melatih jari-jari kakinya agar lebih
terkoordinasi. Tentu, lantainya pun harus bersih dari partikel atau
benda yang dapat melukainya. Juga hindari lantai yang terlalu licin
karena bisa membuatnya terpeleset yang mungkin saja membuat anak trauma
dan takut dilatih berjalan.
Tahap perkembangan kemampuan fisik anak
Sudah seharusnya, orang tua mengetahui tahap demi tahap proses
perkembangan kemampuan fisik anak sehingga bila terjadi keterlambatan
pertumbuhan kita bisa segera mendeteksinya. Berikut, perkembangan
motorik kasar anak secara garis besar:
0 – 1,5 bulan:
Sudah bisa mengangkat kepala sekitar 45 derajat.
1,5 – 3,5 bulan:
Kemampuan mengangkat kepalanya meningkat sampai 90
derajat. Kemudian bila bayi didudukkan dengan disandarkan ke tubuh kita
maka kepalanya harus sudah bisa tegak.
3,5 – 4,5 bulan:
Sudah bisa mengangkat dadanya bila diposisikan
tengkurap. Bayi pun sudah bisa melakukan tengkurap sendiri dan
membolak-balik tubuhnya.
5 bulan:
Bayi sudah dapat duduk dengan hanya ditopang punggungnya.
6 – 8 bulan:
Sudah dapat duduk sendiri tanpa bantuan. Di usia ini pun
kebanyakan bayi sudah mulai belajar merangkak. Namun, merangkak bukan
merupakan tonggak perkembangan utama. Bila bayi tidak merangkak maka
bukan suatu kelainan karena beberapa bayi yang tidak melaluinya terbukti
mengalami perkembangan motorik yang normal.
7,5 – 10 bulan:
Bayi sudah mulai berusaha belajar berdiri dengan
berpegangan pada tepi meja atau kursi. Beberapa anak ada yang sudah
mulai belajar berjalan dengan cara merambat maupun berjalan beberapa
langkah.
12 – 15 bulan:
Anak sudah bisa berjalan tanpa harus berpegangan
Referensi
1. Smith AG, Bowman MJ, Luria JW, Shilds BJ, Baby Walker-related injuries continue despite warning labels and public education. Pediatrics Vol.100 No.2 Agustus 1997.
2. Child Accident Prevention Trust. Baby Walker Factsheet, 2004. Tersedia dalam: www. capt.org.uk
1. Smith AG, Bowman MJ, Luria JW, Shilds BJ, Baby Walker-related injuries continue despite warning labels and public education. Pediatrics Vol.100 No.2 Agustus 1997.
2. Child Accident Prevention Trust. Baby Walker Factsheet, 2004. Tersedia dalam: www. capt.org.uk
No comments:
Post a Comment